Kepala BPKN Muhammad Mufti Mubarok Ungkap Kondisi Internal yang Kritis di Depan Komisi VI DPR RI
JAKARTA, Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Muhammad Mufti Mubarok mengungkapkan, lembaga yang dipimpinnya kini tengah menghadapi kesulitan akibat pemotongan anggaran yang drastis. Dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi VI DPR RI, di Kompleks DPR RI Kamis (13/2/2025) Mufti mengungkapkan kondisi internal BPKN yang semakin terjepit oleh alokasi dana yang terus menurun dari tahun ke tahun. Pemotongan anggaran ini berdampak langsung pada pelayanan yang diberikan BPKN kepada masyarakat.
Mufti mengungkapkan bahwa beberapa staf BPKN terpaksa meminjam uang dari pinjaman online (pinjol) untuk bisa bertahan hidup dan tetap memberikan pelayanan yang maksimal. “Teman-teman kami yang harus mengirim surat, terkadang terpaksa meminjam dari pinjol demi bisa bertahan hidup. Meskipun ini terdengar ekstrem, kami berusaha untuk tetap memberikan pelayanan terbaik meski dalam keterbatasan,” ujar Mufti dengan nada dramatis.
Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Mufti, meskipun menghadapi keterbatasan anggaran, BPKN tetap berkomitmen untuk melayani masyarakat. Pada tahun 2024, jumlah pengaduan yang diterima BPKN mencapai 1.802 kasus. Bahkan, dua bulan pertama tahun 2025 sudah hampir 100 laporan yang masuk, dengan isu yang beragam, mulai dari produk skincare ilegal hingga polemik distribusi LPG dan konser.
“Meski anggaran terbatas, kami tetap berusaha hadir dengan cara kami. Kami turun ke lapangan untuk menangani berbagai masalah yang dihadapi masyarakat,” jelas Mufti.
Mufti juga menambahkan bahwa pihaknya sedang berupaya agar tenaga Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di BPKN bisa bergabung dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Hal ini diharapkan dapat meningkatkan alokasi anggaran untuk BPKN yang selama ini sangat bergantung pada kementerian induk.
Pada tahun 2025, BPKN hanya mendapat alokasi anggaran sebesar Rp2,3 miliar, setelah adanya pemangkasan dari Rp8,9 miliar yang telah disetujui sebelumnya. Anggaran yang menurun tajam ini mengharuskan BPKN untuk berpikir kreatif agar tetap bisa menjalankan tugasnya, meskipun dalam keterbatasan.
“Kami tetap bersyukur karena masih ada anggaran, meskipun hanya cukup untuk honorarium pegawai,” ujar Mufti, seraya mengungkapkan bahwa pengurangan anggaran yang mencapai 73% menjadi tantangan berat bagi lembaga tersebut.
Mufti berharap pemerintah bisa menemukan solusi agar BPKN tetap dapat menjalankan amanat Undang-Undang dalam melindungi masyarakat sebagai konsumen. “Pelayanan kami tidak berhenti, meskipun kami harus menggunakan cara-cara yang tidak biasa. Negara harus hadir sesuai dengan amanat Undang-Undang. Kami akan terus berupaya semaksimal mungkin, bahkan dengan membeli minuman untuk di kantor sendiri,” kata Mufti.
Dengan kondisi anggaran yang semakin menipis, Mufti berharap ada perhatian lebih dari pemerintah untuk memperbaiki situasi yang dihadapi oleh BPKN, agar lembaga ini bisa terus menjalankan tugasnya dengan lebih optimal.