Anak SD hingga Tunawisma Terjerat Judi Online, Kejaksaan: Sudah Mengkhawatirkan

Foto: shuttershock

JAKARTA, Fenomena judi online di Indonesia semakin meluas dan merambah ke seluruh lapisan masyarakat. Tidak hanya orang dewasa, anak-anak sekolah dasar (SD) hingga para tunawisma kini diketahui ikut terjerat praktik perjudian daring yang kian marak di dunia maya.

Hal tersebut diungkapkan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Asep Nana Mulyana, yang menyebut bahwa berdasarkan data per 12 September 2025, pelaku judi online berasal dari berbagai latar belakang pekerjaan dan usia.

Read More

“Dari segi pekerjaan, banyak pelakunya petani, ada murid, bahkan mohon maaf, para tunawisma. Mereka ikut bermain karena judi online ini secara kasat mata tampak menggiurkan,” ujar Asep dalam sebuah gelar wicara di Jakarta, Minggu (26/10/2025).

Asep menyoroti bahwa anak-anak, terutama di tingkat SD, sudah mulai mengenal praktik judi daring melalui permainan slot online yang dikemas dengan tampilan menarik dan mudah diakses melalui gawai.

Ia menilai fenomena tersebut mengkhawatirkan karena judi online tidak lagi terbatas pada kalangan dewasa atau berpenghasilan tetap. “Banyak anak-anak mulai main slot kecil-kecilan. Ini sudah bukan lagi permainan, tapi perangkap yang bisa menghancurkan masa depan,” kata dia.

Berdasarkan data Kejaksaan Agung, dari total pelaku judi daring yang ditangani, sebanyak 88,1 persen atau 1.899 orang berjenis kelamin laki-laki. Adapun 11,9 persen atau 257 orang adalah perempuan.

Dari sisi usia, kelompok 26 hingga 50 tahun mendominasi dengan 1.349 orang, disusul usia 18 hingga 25 tahun sebanyak 631 orang. Kelompok lebih dari 50 tahun tercatat 164 orang, sementara di bawah 18 tahun mencapai 12 orang.

Asep menegaskan bahwa penyebaran judi daring telah masuk ke seluruh kelompok sosial dan usia, menandakan perlunya langkah pencegahan yang lebih menyeluruh.

Untuk menekan penyebaran judi daring, Kejaksaan Agung kini tergabung dalam Desk Pemberantasan Judi Daring, bersama Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), serta sejumlah kementerian dan lembaga lainnya.

Upaya yang dilakukan meliputi penegakan hukum, pemblokiran situs, hingga peningkatan literasi digital kepada masyarakat agar memahami risiko di balik permainan daring yang bersifat adiktif.

“Literasi itu penting. Kita harus paham bahwa judi online bukan permainan, tetapi jebakan yang akan menyengsarakan,” ujar Asep.

Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan, pada 2024, jumlah pemain judi online di Indonesia mencapai empat juta orang, menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan pengguna judi daring terbanyak di dunia.

Sebagian besar pemain berasal dari kelompok usia produktif, namun data juga memperlihatkan keterlibatan anak-anak.

Rinciannya, pemain berusia di bawah 10 tahun mencapai sekitar 80.000 orang (2 persen), usia 10–20 tahun sebanyak 440.000 orang (11 persen), usia 21–30 tahun sebesar 520.000 orang (13 persen), usia 30–50 tahun sekitar 1,64 juta orang (40 persen), dan usia di atas 50 tahun sebanyak 1,35 juta orang (34 persen).

PPATK juga mencatat, total transaksi judi online oleh remaja mencapai Rp 282 miliar, menunjukkan betapa masifnya perputaran uang dalam praktik perjudian digital ini.

Kejaksaan menilai bahwa pemberantasan judi daring tidak cukup hanya dengan tindakan hukum, tetapi juga harus dibarengi dengan pendidikan dan literasi digital.

Asep berharap masyarakat dapat memahami bahwa di balik tampilan permainan yang menghibur, tersembunyi perangkap finansial dan sosial yang dapat menghancurkan kehidupan seseorang.

“Kalau dibiarkan, generasi muda bisa tumbuh dengan mental instan dan candu terhadap perjudian. Ini ancaman serius bagi masa depan bangsa,” kata Asep.

Related posts

Leave a Reply