JAKARTA, Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Nasdem, Asep Wahyuwijaya, meminta Menteri BUMN Erick Thohir untuk memperketat pengawasan terhadap anak perusahaan BUMN yang kerap mengalami kegagalan proyek hingga merugikan negara. Ia menyoroti kasus terbaru di mana Pertamina harus menanggung beban subsidi BBM sebesar Rp3,6 triliun akibat kegagalan proyek anak perusahaan Telkom yang seharusnya menangani sistem data subsidi.
“Beberapa hari lalu saya baca berita, Pertamina sampai nombok 3,6 T untuk bayar subsidi BBM, karena atas nama sinergi BUMN, itu dikerjakan oleh anak Perusahaan Telkom yang akhirnya gagal, sehingga Pertamina tidak memiliki data untuk mendapatkan kompensasi subsidi BUMN dari Kementerian keuangan,” tegas Asep Wahyuwijaya dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi VI DPR RI dengan Menteri BUMN, Menteri Perdagangan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) di Kompleks DPR RI, Kamis (13/2/2025).
Kang AW, sapaan akrabnya, menegaskan bahwa kebijakan efisiensi anggaran tidak boleh membuat BUMN kehilangan arah dan tetap harus memastikan pendapatannya tetap maksimal serta terus tumbuh. Ia mengingatkan bahwa meskipun BUMN menggunakan uang negara yang dipisahkan dari APBN, tetap ada tanggung jawab besar untuk memastikan efisiensi dan transparansi dalam pengelolaannya.
“Saya khawatir, jika Kementerian dan Lembaga menggunakan APBN, sementara BUMN menggunakan uang negara juga yang dipisahkan dari APBN, saat terjadi kegagalan proyek di BUMN, dampaknya akan sangat besar bagi negara,” katanya.
Lebih lanjut, Kang Aw meminta agar keuntungan BUMN yang seharusnya menjadi potensi pendapatan negara tidak dialokasikan untuk pembentukan anak perusahaan yang justru berpotensi merugi. Ia menegaskan perlunya pengawasan ketat guna menghindari kebocoran dana, fraud, dan proyek gagal yang merugikan BUMN serta negara.
“Pak Menteri (Menteri BUMN-red),Kita harus memastikan kebocoran dana, fraud, dan kegagalan proyek bisa diminimalkan. Jangan sampai keuntungan BUMN yang seharusnya menjadi potensi pendapatan negara malah terbuang untuk proyek-proyek yang tidak jelas dan merugikan,” pungkas Kang AW.
Selain itu, dalam Raker tersebut, ia juga menegaskan bahwa efisiensi anggaran yang diterapkan oleh pemerintah tidak boleh berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) pegawai atau menghambat tugas pokok dan fungsi (tupoksi) utama lembaga. Ia meminta agar perspektif efisiensi anggaran tidak membuat lembaga-lembaga seperti KPPU dan BPKN kehilangan fokus dalam menjalankan tugasnya.
Kang AW juga menyoroti perlunya simulasi anggaran yang lebih realistis untuk tahun 2025 guna mengantisipasi potensi penurunan pendapatan negara. Ia menekankan pentingnya optimalisasi pendapatan, terutama di sektor barang yang mengalami tren penurunan.
Terkait peran Kementerian Perdagangan (Kemendag), ia menyoroti derasnya arus izin masuk barang yang berpotensi membebani BPKN. Ia meminta Kemendag memperketat pengawasan izin masuk barang agar tidak terjadi permasalahan yang semakin rumit di kemudian hari. “Jangan sampai izin-izin barang yang tidak jelas justru menambah masalah. Itu yang bisa membuat pekerjaan kita semakin rumit,” tegasnya.
Kang AW juga menekankan bahwa anggaran untuk pengawasan konsumen harus tetap dipertahankan. Menurutnya, pengawasan yang ketat sangat penting untuk melindungi masyarakat dari produk yang berbahaya atau merugikan. “Kita perlu memastikan bahwa tidak ada komoditas yang membuat beban pengawasan semakin berat,” ujarnya.