Amok Massa Capai 22% dari 173 Kota, Andi Widjajanto: Ini Bukan Demo Biasa, Tapi Ledakan Frustrasi

LAB 45 sebut gelombang demonstrasi akhir Agustus 2025 memunculkan pola baru: amok yang menyasar rumah pejabat. Aparat dinilai gagal antisipasi eskalasi.

JAKARTA, Gelombang demonstrasi yang melanda Indonesia pada akhir Agustus 2025 dinilai mengandung pola eskalasi baru yang berbahaya. Penasihat Senior LAB 45, Andi Widjajanto, mengungkapkan bahwa dari total aksi di 173 kota, sekitar 22 persen di antaranya berakhir dalam bentuk amok, yaitu ledakan kemarahan massa yang brutal, spontan, dan sulit dikendalikan.

Read More

“Datanya cukup mengagetkan. Kami kompilasi, demonya terjadi di 173 kota. Lalu, demo yang bereskalasi menjadi amok itu kira-kira 22 persen,” kata Andi dalam podcast Gaspol Kompas.com, dikutip Minggu (14/9/2025).

Andi menjelaskan, sebagian besar unjuk rasa awalnya berlangsung damai, aspiratif, dan konstruktif, digerakkan oleh mahasiswa, buruh, dan elemen masyarakat sipil. Namun, situasi berubah drastis ketika aspirasi tidak segera ditanggapi, terutama saat massa diminta membubarkan diri menjelang pukul 17.00.

“Biasanya, ketika aspirasi belum ditampung menjelang batas waktu, peserta aksi memilih bertahan. Di situlah titik balik dari unjuk rasa damai menjadi anarkis, lalu amok,” ujarnya.

Yang membuat gelombang demonstrasi kali ini berbeda adalah sasarannya. Tidak hanya merusak fasilitas umum, amok juga menyasar kediaman pribadi pejabat negara.

“Ini sesuatu yang baru. Ada serangan ke rumah pribadi anggota DPR seperti Ahmad Sahroni, hingga Ibu Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Ini benar-benar pola baru yang belum pernah kita lihat sebelumnya,” ujar Andi, yang juga mantan Gubernur Lemhannas dan eks Sekretaris Kabinet.

LAB 45 juga menyoroti kegagalan aparat keamanan dalam merespons aksi-aksi yang bereskalasi menjadi kekerasan. Andi menilai ada kelalaian, terutama dalam fungsi gelar pengamanan dan distribusi pasukan.

“Yang paling minimal, aparat tidak hadir. Itu sebabnya fasilitas umum seperti Gedung DPRD Makassar terbakar, bahkan Markas Brimob di Kwitang dan Kelapa Dua diserang,” tegas Andi.

Ia menilai pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap protokol keamanan, terutama menghadapi aksi massa yang berubah menjadi amok.

Andi juga mendorong pembentukan Tim Pencari Fakta independen untuk menelusuri akar kerusuhan dan mengevaluasi respon aparat. Langkah ini dinilai krusial untuk memulihkan kepercayaan publik dan mencegah eskalasi lebih lanjut.

Sementara itu, sektor pariwisata juga terkena dampak. Banyak wisatawan mancanegara membatalkan kunjungan, membuat pemerintah didesak memberi jaminan keamanan secara nasional.

Istilah amok dalam konteks ini merujuk pada ledakan emosi kolektif yang muncul akibat saluran komunikasi politik yang buntu, ketidakadilan yang dirasakan, dan harga diri masyarakat yang direndahkan.

Fenomena ini mengingatkan pada kerusuhan Mei 1998, namun kini dengan konteks sosial dan teknologi yang jauh berbeda.

“Ini bukan sekadar demo atau kerusuhan. Ini adalah ledakan frustrasi sosial yang harus segera direspons dengan kebijakan yang solutif, bukan represif,” pungkas Andi.

Related posts

Leave a Reply