Aktivis Reformasi Tolak Soeharto Dapat Gelar Pahlawan Nasional: “Bius Amnesia Sejarah”

JAKARTA, Sejumlah aktivis reformasi menolak keputusan pemerintah yang menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto. Mereka menilai keputusan tersebut tidak adil dan berpotensi melukai keadilan sejarah, terutama bagi para korban pelanggaran HAM dan penyintas rezim Orde Baru.

“Atas nama keadilan sejarah dan integritas moral bangsa, kami mempertanyakan keputusan negara yang menobatkan Soeharto sebagai pahlawan nasional,” ujar Andi Arief yang menjadi salah satu dari puluhan aktivis reformasi (masih terus bertambah-red) dalam pernyataan sikap bersama, Senin (10/11/2025).

Read More

Pernyataan itu juga ditandatangani sejumlah tokoh publik dan aktivis, seperti Rocky Gerung, Rachland Nashidik, Robertus Robet, Denny Indrayana, Hendardi, Syahganda Nainggolan, Bivitri Susanti, dan lainnya. Mereka menegaskan bahwa mengakui jasa Soeharto bukan berarti menutup mata terhadap kejahatan politik dan pelanggaran hak asasi yang terjadi selama 32 tahun pemerintahan Orde Baru.

“Kami tak menolak mengakui jasa yang disumbangkan siapa pun terhadap republik ini, termasuk Soeharto. Namun menjadikan jasa sebagai dalih untuk menutupi kesalahan atau kejahatan sejarah sama saja dengan menyuntikkan bius amnesia sejarah ke tubuh bangsa,” tulis pernyataan tersebut.

Para aktivis juga mempertanyakan dalih rekonsiliasi nasional yang digunakan sebagai dasar pemberian gelar tersebut. Menurut mereka, rekonsiliasi tidak seharusnya dilakukan dengan mengabaikan kebenaran sejarah dan penderitaan korban.

“Kepahlawanan seharusnya menjadi mekanisme moral kolektif, cara bangsa mendidik anak-anaknya membedakan benar dan salah dalam sejarah. Bukan sekadar penghargaan atas pembangunan,” ujar mereka.

Lebih lanjut, para aktivis menilai pemberian gelar kepada Soeharto mengabaikan tokoh-tokoh lain yang juga berjuang bagi kemerdekaan Indonesia namun dihapus dari sejarah karena perbedaan ideologi.

“Jika rekonsiliasi benar ingin dilakukan, mengapa negara tidak secara konsekuen juga mengakui peran para tokoh-tokoh kiri Indonesia yang dihapus dari catatan sejarah resmi?” tambahnya.

Presiden Prabowo Subianto resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto pada peringatan Hari Pahlawan, Senin (10/11/2025). Gelar tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 116/TK/2025.

Keputusan itu memicu pro dan kontra di publik. Kelompok yang mendukung menilai Soeharto layak disebut pahlawan karena dianggap berjasa menyelamatkan negara dari gejolak 1965 dan berhasil membangun stabilitas nasional.

Namun, penolakan datang dari kalangan masyarakat sipil yang menilai Soeharto justru meninggalkan warisan kelam berupa korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), represi politik, dan pelanggaran HAM berat yang menelan banyak korban.

“Memberi gelar pahlawan kepada Soeharto sama saja menghapus luka sejarah bangsa ini,” pungkas pernyataan aktivis reformasi tersebut.

Related posts

Leave a Reply