ADB Soroti Penurunan Kelas Menengah, FITRA: Ancaman Serius bagi Ekonomi Nasional

Ilustrasi

JAKARTA, Penurunan jumlah kelas menengah di Indonesia menjadi sorotan serius Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB), yang menilai tren ini dapat mengganggu prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) juga memperingatkan bahwa melemahnya posisi kelas menengah bisa berdampak sistemik terhadap stabilitas sosial dan ekonomi nasional.

Peneliti FITRA, Badiul Hadi, menyebut penurunan kelas menengah sebagai sinyal peringatan dini bagi pemerintah. Pasalnya, kelompok ini selama ini menjadi tulang punggung konsumsi domestik, fondasi investasi pendidikan dan kesehatan, serta penyangga kestabilan sosial menuju visi Indonesia Emas 2045

Read More

“Sayangnya, realitas ekonomi menunjukkan bahwa daya beli masyarakat terus melemah di tengah tekanan ekonomi domestik dan perang dagang global. Kelas menengah pun mengalami kontraksi jumlah yang signifikan,” ujar Badiul, Minggu (20/4).

Menurutnya, konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi motor penggerak ekonomi Indonesia mulai menunjukkan pelemahan. Hal ini disebabkan oleh berbagai tekanan seperti kenaikan tarif transportasi dan energi, fluktuasi harga bahan pokok, serta stagnasi pendapatan yang menghantam kelompok kelas menengah ke bawah.

“Rata-rata upah buruh nasional Februari 2024 hanya Rp 3,04 juta per bulan. Angka ini jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup layak di banyak daerah,” tegasnya.

Tekanan ekonomi yang terus berlangsung juga dikhawatirkan memperlebar jurang ketimpangan. Saat ini, sekitar 40,83% tenaga kerja Indonesia masih berada di sektor informal, kelompok yang sangat rentan terhadap kehilangan pendapatan dan minim perlindungan sosial.

“Pemutusan hubungan kerja (PHK) yang marak di sektor industri serta minimnya lapangan kerja formal memperburuk daya beli masyarakat dan meningkatkan risiko lahirnya kemiskinan baru,” jelas Badiul.

Ia juga menambahkan bahwa stagnasi investasi sumber daya manusia (SDM) di kalangan kelas menengah akan berdampak jangka panjang pada kualitas tenaga kerja, memperbesar ketergantungan pada sektor informal, dan melemahkan daya saing nasional.

Menurut Badiul, stabilisasi harga bahan pokok dan logistik juga harus menjadi prioritas pemerintah. Ia menegaskan bahwa negara tidak bisa sepenuhnya menyerahkan harga kepada mekanisme pasar.

“Bulog dan instansi terkait perlu diberi mandat dan kapasitas lebih besar untuk menjamin keterjangkauan dan ketersediaan pangan. Perbaikan rantai distribusi juga penting untuk menekan biaya logistik yang menjadi beban tambahan konsumen,” tutupnya.

Dengan tekanan global dan domestik yang terus membayangi, menjaga keberlangsungan dan penguatan kelas menengah menjadi kunci dalam menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.

Related posts

Leave a Reply