JAKARTA, Sebanyak 351 kontainer berisi batu bara ilegal berhasil disita oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri di Surabaya, Jawa Timur. Batu bara tersebut diketahui berasal dari kawasan konservasi Bukit Soeharto, yang masuk dalam wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur.
Wakil Direktur Tindak Pidana Tertentu (Wadirtipidter) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Feby Dapot Hutagalung, menyebutkan bahwa praktik penambangan ilegal ini telah berlangsung sejak 2016, namun baru dapat ditindak secara hukum pada tahun 2025.
“Di Surabaya kami melakukan penyitaan terhadap 351 kontainer yang berisi batu bara. Hasil penyelidikan menunjukkan batu bara tersebut ditambang dari kawasan konservasi Bukit Soeharto atau Taman Hutan Raya yang merupakan bagian dari wilayah IKN,” ujar Feby dalam acara Minerba Convex 2025 di JCC, Kamis (16/10).
Lebih lanjut, Feby mengungkap bahwa lemahnya penindakan selama hampir satu dekade disebabkan oleh adanya keterlibatan oknum tertentu yang diduga menjadi pelindung aktivitas tambang ilegal tersebut.
“Kenapa selama 9 tahun tidak bisa dilakukan penindakan tegas? Karena memang ada keterlibatan. Kami memiliki dokumen kuat yang membuktikan adanya hambatan dari berbagai pihak, termasuk dari aparat dan instansi terkait,” tambahnya.
Dalam penyelidikan yang masih berlangsung, Bareskrim berhasil mengidentifikasi tiga perusahaan yang terlibat. Ketiganya menggunakan dokumen perizinan palsu untuk menyamarkan asal batu bara agar seolah-olah berasal dari tambang legal.
“Dokumen tersebut digunakan untuk melengkapi keabsahan pengiriman batu bara dari Balikpapan ke Surabaya. Ini jelas pemalsuan dan bagian dari modus operandi jaringan tambang ilegal,” jelas Feby.
Karena sulitnya menindak langsung di lokasi penambangan (hulu) akibat perlindungan dari pihak tertentu, polisi memilih untuk menyasar rantai distribusi di hilir sebagai langkah strategis dalam pengungkapan jaringan.
“Kami mengambil langkah di hilir, menyita kontainer saat sudah dikirim ke Surabaya. Ini cara kami membongkar jaringan dari bawah,” tegas Feby.
Akibat aktivitas tambang ilegal ini, negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp5,7 triliun. Jumlah itu mencakup nilai ekonomi batu bara yang diambil tanpa izin, serta kerusakan lingkungan di kawasan konservasi yang seharusnya dilindungi.
“Kasus ini masih dalam proses, dan beberapa laporan polisi telah kami tangani untuk ditindaklanjuti,” pungkas Feby.